Sebagian besar,
anggapan masyarakat tentang perpustakaan adalah sebuah bangunan atau ruang,
yang di dalamnya dengan tumpukan buku-buku yang ditata di rak yang penuh sesak,
ruangannya yang sempit dan panas, pustakawannya yang jutek, cuek, tidak mau
tahu, kemudian fasilitas yang itu-itu saja. Anggapan ini memang harus
dimaklumi, karena memang sebagian besar masyarakat tersebut belum mengetahui
betul sisi lain dari perpustakaan. Dengan kata lain masyarakat tersebut belum
mengetahui secara benar tentang perpustakaan. Hal ini tentunya bukti bahwasanya
perpustakaan di mata masyarakat masih sangatlah rendah kualitasnya, bahkan
pustakwannya hanyalah tidak lebih dari seorang penjaga buku belaka. Itu menurut
mereka.
Oleh karena itu, kali ini saya ingin
menyampaikan sedikit coretan saya, dan semoga dapat memberikan sedikit
pengetahuan tentang arti perpustakaan bagi saya sendiri dan juga masyarakat
umum.
Banyak masyarakat mengganggap
perpustakaan seperti permasalahan di atas karena masyarakat belum mengetahui
apa yang dilakukan sebenarnya seorang pustakawan di perpustakaan. Padahal
apabila di lihat secara seksama, pekerjaan seorang pustakawan itu sangatlah
rumit,. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu keterampilan dalam mengolah
perpustakaa, khususnya ilmu perpustakaan. Maka, tidak boleh sembarang orang
yang boleh mengolah perpustakaan, haruslah seseorang yang memang ahli dalm
bidang ilmu ini. Penyediaan buku-buku dalam perpustakaan juga bukan buku yang
sembarangan, karena harus menyesuaikan dulu dengan calon pengguna perpustakaa ,
yaitu masyarakat itu sendiri. Dan apabila dilihat dari cara pengelolaan buku
itu sendiri, judul buku yang sudah di tetapkan sebagai bahan pustaka harus
melalui tahap berikutnya yakni, penetapan subjek.
Pada penetapan subjek ini sebenarnya
gampang-gampang sulit. Ini dikarenakan harus memiliki kejelian yang serius.
Pola dan bentuk kata harus dipahami dengan baik, agar makna dan maksudnya dapat
di ketahui dengan jelas. Yang selanjutnya adalah pengklasifikasian dan
pengkatalogan. Untuk proses pengklasifikasian ini, harus menggunakan buku
panduan resmi yakni DDC, UDC, atau LCC. Tapi pada umumnya, di Indonesia buku
yang gunakan adalah Dewey Decimal Classification (DDC). Pada proses inilah yang
sebenarnya proses yang sangat penting karena akan menentukan di mana buku itu
di tempatkan di rak. Judul buku satu persatu harus di sesuaikan dengan tabel
ini. Belum lagi di tambah dengan tabel wilayah, sejarah, ras/etink, bentuk bahasa,
dan bentuk sastra. Proses inilah yang menggunakan waktu dan tenaga yang cukup
banyak, dengan tujuan memberi nomor kelas pada setiap judul buku tersebut. Untuk
pengkatalogan, sebenarnya juga hampir sama dengan pengklasifikasian, namun
untuk proses ini, buku yang memang sudah menjadi koleksilah yang di katalogkan.
Dalam artian, buku tersebut sudah siap untuk ditata di rak. Untuk mendukung
proses ini, maka di butuhkan sarana dan prasarana yang bisa di gunakan untuk
penyimpanan katalog itu sendiri. Bagi perpustakaan yang sudah menggunakan IT,
maka katalog tersebut akan disimpan di data base komputer, yakni dengan
dukungan sofware aplikasi SENAYAN, Slims dan lain-lain. Namun, bagi
perpustakaan yang masih manual, maka bisa menggunakan katalog dalam bentuk
katalog kartu, buku, dan lain-lain.
Proses selanjutnya byakni penataan
buku di rak. Buku yang sudah di beri nomor kelas di tata menurut kelasnya
masing-masing. Buku ti dak boleh di campur, misalakan kelas sosial di tempatkan
di kelas bahasa. Ini tidak boleh, karena akan membingungkan pengunjung
perpustakaan nantinya.
Oleh karena itu,
anggapan pustakawan hanya sebagai penjaga buku itu, adalah salah besar. Karena
di balik itu, proses pengelolaan perpustakaan, pustakawan memiliki kredibilitas
sendiri di banding dengan ilmu-ilmu lain. Jadi, jangan samakan pustakawan yang
memang benar-benar pustakawa dengan pustakawan instan. Artinya pustakawan yang
memang mengenyam ilmu perpustakaan, bisa D3 atau S1.